Kabupaten Bantaeng di Sulawesi Selatan tidak hanya dikenal dikarenakan potensi alam dan kemajuan pembangunannya, namun termasuk dikarenakan kekayaan budayanya yang tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satu lambang budaya yang paling drastis adalah tempat tinggal tradisi Balla Tujua Onto, tempat tinggal tradisional yang mencerminkan filosofi hidup, sistem sosial, dan juga nilai-nilai luhur penduduk Bantaeng, terlebih suku Makassar.
Makna Nama dan Sejarah
“Balla Tujua Onto” secara harfiah artinya “Rumah Tujuh Atap di Onto”. Onto adalah nama salah satu kawasan yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kerajaan di Bantaeng. Rumah ini merupakan lambang kekuasaan dan kedudukan bangsawan atau aristokrat lokal di jaman lalu.
Jumlah tujuh pada atapnya bukan sekadar angka, melainkan punyai arti simbolis. Angka tujuh dalam kebudayaan lokal kerap dikaitkan dengan kesempurnaan, keharmonisan, dan tingkatan kehidupan berasal dari dunia bawah hingga dunia atas dalam kosmologi penduduk tradisional.
Ciri Khas Arsitektur
Balla Tujua Onto dibangun dengan arsitektur khas tempat tinggal panggung, sebagaimana tempat tinggal tradisional di Sulawesi Selatan. Berikut ciri khas utamanya:
Bertingkat Tujuh Atap – Atap yang berundak memperlihatkan standing sosial dan nilai spiritual. Semakin tinggi tingkatan atap, makin lama tinggi pula arti simboliknya.
Bahan Bangunan berasal dari Alam – Menggunakan kayu pilihan seperti kayu ulin atau kayu besi, dan juga atap yang dulunya berbahan ijuk atau daun rumbia.
Ruang Terbagi Tiga – Seperti tempat tinggal Bugis-Makassar pada umumnya: Bola tangga (bawah) untuk hewan dan penyimpanan, kale bola (tengah) sebagai area tinggal, dan rakka (atas) sebagai daerah menyimpan benda pusaka atau barang sakral.
Ukiran dan Ornamen Tradisional – Mengandung simbol-simbol tradisi dan kepercayaan, termasuk motif flora-fauna dan corak geometris khas Makassar.
Fungsi Sosial dan Budaya
Selain sebagai daerah tinggal, Balla Tujua Onto termasuk punyai faedah sosial dan budaya penting:
- Pusat Keputusan Adat – Rumah ini jadi daerah berkumpulnya tokoh tradisi dan pemimpin lokal dalam membicarakan keputusan penting masyarakat.
- Tempat Upacara Adat – Digunakan untuk kesibukan ritual seperti mappalili (membersihkan sawah) atau appasili (penyucian).
- Simbol Keseimbangan Sosial – Rumah ini mencerminkan susunan sosial masyarakat, di mana tata letak area memperlihatkan peran dan posisi keluarga dalam komunitas.
Pelestarian di Era Modern
Di sedang modernisasi, tempat tinggal tradisi seperti Balla Tujua Onto menghadapi tantangan dalam perihal pelestarian. Banyak generasi muda yang kurang mengenal filosofi di balik arsitektur ini. Namun, sejumlah inisiatif dilakukan, seperti:
Pemugaran dan konservasi tempat tinggal tradisi oleh pemerintah daerah.
Pendidikan budaya lokal yang mengajarkan berkenaan Balla Tujua di sekolah-sekolah.
Pemanfaatan tempat tinggal tradisi sebagai destinasi wisata budaya, sekaligus jadi area edukasi sejarah.
Kesimpulan
Balla Tujua Onto bukan sekadar bangunan fisik, namun merupakan lambang nilai-nilai kehidupan penduduk Bantaeng yang menghargai tinggi adat, spiritualitas, dan kebersamaan. Di jaman modern, pelestarian tempat tinggal tradisi seperti ini jadi penting bukan hanya untuk melindungi warisan sejarah, namun termasuk sebagai fasilitas membangun identitas lokal yang kuat dan berkelanjutan.